Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengertian Dan Macam-Macam Maslahat

Hallo sahabat dan temen-temen semuanya, pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai apa itu maslahat...? Dimana maslahat sering kali di bahas dalam kajian mengenai hukum Islam. Hal tersebut di sebabkan maslahat merupakan salah satu tujuan syara' dari ditetapkannya hukum Islam. Maka dari itu memahami makna dari maslahat sangatlah penting, dan berikut ini adalah penjelasan secara terperinci mengenai penjelasan maslahat.

Kebaikan

Pengertian Maslahat

Maslahat adalah sesuatu yang mendatangkan kebaikan, bermanfaat, atau faedah. Namun, perlu ditegaskan bahwa jika dalam pemahaman dan penggunaan maslahat itu tidak sesuai dengan kaidah-kaidah hukum Islam maka hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya kesalahan atau akan berdampak negatif. 

Dan untuk memahami maslahat lebih jelas maka berikut ini adalah firman Allah SWT yakni...

Artinya: "Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam."
(QS. Al-Anbiya 21: Ayat 107)

Artinya: "Dan Kami turunkan (Al-Qur'an) itu dengan sebenarnya dan (Al-Qur'an) itu turun dengan (membawa) kebenaran. Dan Kami mengutus engkau (Muhammad), hanya sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan."
(QS. Al-Isra' 17: Ayat 105)

Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda: Yang artinya: “Kalian diutus untuk memberikan kemudahan, dan bukan untuk memberikan kesulitan.” (HR. Bukhari).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Yang artinya:“Tidak boleh menimbulkan mudarat bagi diri sendiri maupun orang lain.” (HR. Imam Ibnu Majah)

Maka dari itu berdasarkan Ayat Al Qur'an dan Hadits di atas dapat dimaknai bahwa maslahat adalah memelihara tujuan hukum Islam serta meninggalkan atau menghindari dari kerusakan atau hal-hal yang dapat merugikan.

Di mana maslahat makna aslinya ialah sesuatu yang yang bermanfaat dan mendatangkan kebaikan serta menolak mudharat (hal-hal yang dapat merugikan). Namun inti yang lebih dalam mengenai maslahat adalah memelihara tujuan syariat hukum Islam. 

Dimana tujuan syariat hukum Islam yang ingin dicapai ada lima yakni: memelihara agama, jiwa akal, keturunan, dan harta mereka. Dan di setiap hukum yang mengandung kelima tujuan syariat hukum Islam tersebut itu disebut maslahat. Dan apabila di setiap hukum meninggalkan atau meniadakan hal tersebut maka itu disebut mafsadah yang artinya mendatang kerusakan, kebinasaan, dan juga berakibat buruk.

Dalam konteks kajian ilmu ushul al-fiqh, kata tersebut menjadi sebuah istilah teknis, yang berarti " berbagai manfaat yang dimaksudkan Syari' dalam penetapan hukum bagi hamba-hamba- Nya, yang mencakup tujuan untuk memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta kekayaan, serta mencegah hal-hal yang dapat mengakibatkan luputnya seseorang dari kelima kepentingan tersebut.

Maslahat merupakan salah satu metode analisa yang dipakai oleh para ulama ushul dalam menetapkan hukum (istinbat) yang persoalannya tidak diatur secara eksplisit dalam al-Qur'an dan al-Hadis Hanya saja metode ini lebih menekankan pada aspek maslahat secara langsung.

Dan maslahat yang dibenarkan oleh syariat adalah maslahat yang tidak bertentangan atau melanggar nash. Dimana nash berarti lafadz yang memiliki petunjuk yang tegas sebagai makna yang dimaksudkan atau suatu lafadz yang tidak mungkin mengandung pengertian lain tanpa ada faktor lain. Nash juga harus diamalkan menurut makna yang ditunjukkan oleh Nash tersebut, hingga ada dalil yang mentakwilkan.

Oleh sebab itu maslahat tidak boleh bertentangan dengan nash, karena sebagaimana penjelasan dari ayat dan hadits diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa agama sendiri adalah maslahat yang mendatangkan kebaikan, dan jangan mencari-cari maslahat yang ujung-ujungnya akan meninggalkan agama. 

Macam-Macam Pembagian Maslahat

Telah dijelaskan di atas, bahwa Syari'at Islam berorientasi pada kemanfaatan dan 
menitikberatkan keserasian hukum untuk memajukan kemaslahatan Premis (apa yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan) yaitu bahwa hukum harus melayani kepentingan masyarakat. Kemaslahatan atau kepentingan itu dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori, yakni: 

  • Maslahah berdasarkan segi perubahan maslahat.

Menurut Mustafa asy-Syalabi (guni besar usul fiqh Universitas al-Azhar, Cairo), terdapat dua bentuk maslahat berdasarkan segi perubahan maslahat. Pertama, al-maslahah as-sabitah. Yakni kemaslahatan yang bersifat tetap, tidak berubah sampai akhir zaman Misalnya, berbagai kewajiban ibadah seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.

Kedua, al-maslahah al-mutagayyirah, yaitu kemaslahatan yang berubah-ubah sesuai dengan perubahan tempat, waktu, dan subjek hukum. Kemaslahatan seperti ini berkaitan dengan permasalahan muamalah dan adat kebiasaan, seperti dalam masalah makanan yang berbeda-beda antara satu daerah dan daerah lainnya Perlunya pembagian ini, menurut Mustafa asy-Syalabi dimaksudkan untuk memberikan batasan kemaslahatan yang bisa berubah dan yang tidak berubah.(1)

  • Maslahah berdasarkan keberadaan maslahat menurut syara".

Maslahat semacam ini menurut Mustafa asy-Syalabi membaginya kepada tiga macam yaitu : 

a. AI-Maslahah al-Mu tabarah  

Al-maslahah al-mu tabarah adalah kemaslahatan yang mendapat dukungan oleh syara'. baik jenis maupun bentuknya Artinya, adanya dalil khusus yang menjadi dasar bentuk dan jenis kemaslahatan tersebut Misalnya tentang hukuman atas orang yang meminum minuman keras Bentuk hukuman bagi orang yang meminum minuman keras yang terdapat dalam hadis Rasulullah Saw.
 
Dan dipahami secara berlainan oleh ulama fikih Hal ini disebabkan perbedaan alat pemukul yang digunakan Nabi Saw ketika melaksanakan hukuman bagi orang yang meminum minuman keras Ada hadis yang menunjukkan bahwa alat yang digunakan Rasulullah Saw bersabda sandal atau alas kakinya sebanyak 40 kali (HR. Ahmad bin Hanbal dan al-Baihaqi),

Sementara itu hadis lain menjelaskan bahwa alat pemukulnya adalah pelepah pohon kurma, juga sebanyak 40 kali (HR Bukhari dan Muslim). Karenanya setelah Umar bin Khattab (sahabat Nabi Saw) bermusyawarah dengan para sahabat lain, menetapkan hukuman dera bagi orang yang meminum minuman keras tersebut sebanyak 80 kali.

Ia mengkiaskan orang yang meminum minuman keras kepada orang yang menuduh orang lain berbuat zina Logikanya adalah seseorang yang meminum minuman keras apabila mabuk bicaranya tidak bisa terkontrol dan diduga keras akan menuduh orang lain berbuat zina Hukuman untuk seseorang yang menuduh orang lain berbuat zina adalah 80 kali dera yaitu QS An-Nuur.(2)

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَا لَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ الْمُحْصَنٰتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوْا بِاَ رْبَعَةِ شُهَدَآءَ فَا جْلِدُوْهُمْ ثَمٰنِيْنَ جَلْدَةً وَّلَا تَقْبَلُوْا لَهُمْ شَهَا دَةً اَبَدًا ۚ وَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ ۙ 

wallaziina yarmuunal-muhshonaati summa lam ya`tuu bi`arba'ati syuhadaaa`a fajliduuhum samaaniina jaldataw wa laa taqbaluu lahum syahaadatan abadaa, wa ulaaa`ika humul-faasiquun

Artinya: "Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (berzina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik,"
(QS. An-Nur 24: Ayat 4)

b Al-Maslahah al-Mulgah. 

Al-maslahah al-mulgah adalah kemaslahatan yang ditolak oleh syara' karena bertentangan dengan ketentuan syara' Misalnya, syara' menentukan bahwa orang yang melakukan hubungan seksual di siang hari dalam bulan Ramadhan dikenakan hukuman memerdekakan budak, atau puasa selama dua bulan berturut-turut, atau memberi makan bagi 60 orang fakir maiskin (HR Bukhari dan Muslim). 

Al-Lais bin Sa'ad, ahli fikih mazhab Maliki di Spanyol, menetapkan hukuman puasa dua bulan berturut-turut bagi seseorang (penguasa Spanyol) yang melakukan hubungan seksual dengan istrinya di siang hari dalam bulan Ramadhan Ulama memandang hukum ini brtentangan dengan hadis Nabi Saw di atas. karena bentuk-bentuk hukuman itu harus diterapkan secara berurut Apabila tidak mampu memerdekakan budak, baru dikenakan hukuman puasa dua bulan berturut-turut.
Karenanya, ulama usul fikih memandang mendahulukan hukuman puasa dua bulan berturut-turut dari memerdekakan budak merupakan kemaslahatan yang bertentangan dengan kehendak syara', sehingga hukumnya batal (ditolak) syara'. Kemaslahatan seperti ini menurut kesepakatan ulama disebut al-maslahah al-mulgah.(3)

c. Al-Maslahah al-Mursalah. 

Al-maslahah al-mursalah adalah kemaslahatan yang didukung oleh sekumpulan makna nash (ayat atau hadis), bukan oleh nash yang rinci Kemaslahatan yang keberadaannya tidak didukung syara' dan tidak pula dibatalkan (ditolak) syara' melalui dalil yang rinci Kemaslahatan dalam bentuk ini terbagi dua . yaitu kemaslahatan yang sama sekali tidak ada dukungan dari syara', baik secara rinci maupun secara umum , dan kemaslahatan yang tidak didukung oleh dalil syara' secara rinci.

tetapi didukung oleh makna sejumlah nash Kemaslahatan yang pertama disebut sebagai al- maslahah al-garibah ( kemaslahatan yang asing ),namun para ulama tidak dapat mengemukakan contohnya secara pasti Bahkan Imam asy-Syatibi mengatakan kemaslahatan seperti ini tidak ditemukan dalam praktek, sekalipun ada dalam teori Sedangkan kemaslahatan dalam bentuk kedua disebut al-maslahah al-mursalah Kemaslahatan ini didukung oleh sekumpulan makna nash (ayat atau hadis), bukan oleh nash yang rinci.(4)

  • Maslahah berdasarkan segi kualitas dan kepentingan kemaslahatan.

Para ahli usul fikih mengemukakan beberapa pembagian maslahat Berdasarkan segi kualitas dan kepentingan kemaslahatan, mereka membaginya dalam tiga bentuk sebagai berikut:

a). Al-Maslahah al-Dharuriyyah yaitu kemaslahatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok umat manusia di dunia dan di akhirat Dengan kata lain Al-Maslahah al-Dharuriyyah (kebutuhan primer) adalah kebutuhan mendasar yang menyangkut mewujudkan dan melindungi eksistensi lima pokok yaitu : memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan, dan memelihara harta Menurut para ahli usul fikih, kelima kemaslahatan ini disebut al-masalih al- khamsah. Apabila kemaslahatan ini hilang, maka kehidupan manusia akan bisa hancur karenanya, dan tidak akan selamat baik di dunia maupun di akhirat Menurut al-Syathibiy, dari kelima hal ini adalah agama dan dunia agar dapat berjalan seimbang dan apabila dipelihara akan dapat memberi kebahagiaan bagi masyarakat dan pribadi seseorang.(5)

b). Al-Maslahah al-Hajiyyah yaitu kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menyempurnakan kemaslahatan pokok atau mendasar sebelumnya yang berbentuk keringanan untuk mempertahankan dan memelihara kebutuhan dasar manusia Dengan kata lain, kebutuhan al- Hajiyyah ( kebutuhan sekunder), adalah suatu yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia, akan tetapi tidak mencapai tingkat dharury Seandainya kebutuhan ini tidak terpenuhi dalam kehidupan manusia, tidak akan meniadakan atau merusak kehidupanitu sendiri, namun keberadaannya dibutuhkan untuk memberi kemudahan dalam kehidupannya.(6)

c). Al-Maslahah al-Tahsiniyyah yaitu kemaslahatan yang sifatnya pelengkap berupa keleluasan yang dapat melengkapi keemaslahatan sebelumnya Dengan kata lain adalah sesuatu kebutuhan hidup yang sifatnya komplementer dan lebih menyempurnakan kesejahteraan hidup manusia Jika kemaslahatan Tahsiniyyah ini tidak terpenuhi, maka kemaslahatan hidup manusia akan terasa kurang indah dan kurang nikmat, kendatipun tidak sampai menimbulkan kemelaratan dan kebinasaan hidup.(7) Keberadaannya dikehendaki untuk kemuliaan akhlak dan kebaikan tata tertib pergaulan.

Kesimpulan

Maslahat adalah suatu hal yang mendatangkan kebaikan, manfaat, dan kebahagiaan. maslahah mursalah muncul sebagai pemahaman mendasar tentang konsep bahwa syari at ditujukan untuk kepentingan masyarakat dan berfungsi untuk memberikan kemanfaatan dan mencegah kemudaratan. 

Para ulama ushul fikih membagi maslahah ke dalam tiga kategori yaitu: I. maslahah berdasarkan segi perubahan maslahax, terdiri dari al-maslahah as-sabitah dan al-mastahah al-muiagayyirah 2. Maslahah berdasarkan keberadaan maslahat menurut syara', terdiri dari : al-maslahah al- mu'tabarah, al-maslahah al-mulgah, dan al-maslahah al-mursalah. 3. Maslahah berdasarkan segi kualitas dan kepent'ngan kemaslahatan, terdiri dari: al-maslahah al-dharuriyyah, al-maslahah al- hajiyyah dan al-maslahah al-tahsiniyah.

Footnote

(1). Abdul Azis Dahlan et al, Ensiklopedi Hukum Islam (Cet III; Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), h. 1145.

(2). Departemen Agama RI, Al-Qur'on dan Terjemahnya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, 1984), h. 543- 544. 

(3). Departemen Agama RI, Al-Qur'on dan Terjemahnya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, 1984), h.1146

(4). Departemen Agama RI, Al-Qur'on dan Terjemahnya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur'an, 1984), h.1146

(5).Abdul Azis Dahlan, et al. Ensiklopedia Hukum Islam (Cet. I; Jakarta : Ikhtiar Baru Van Hoeve,1984), h. 1109.

(6).Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh (Cet I; Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 213.

(7).Hamka Haq, op. cit., h.76.